Gedung Lawang Sewu: Pusat Keramaian dan Sejarah Kota Semarang
Gedung Lawang Sewu, ikon bersejarah di Semarang, menawarkan pesona arsitektur kolonial dengan ribuan pintu dan jendela unik.
Bangunan legendaris ini menyimpan kisah perjuangan, misteri, dan kemegahan masa lalu yang kini menjadi destinasi wisata edukatif dan pusat keramaian. Temukan keindahan, cerita menarik, serta pengalaman berwisata yang tak terlupakan di Gedung Lawang Sewu, jantung budaya dan sejarah yang hidup di Semarang.
Di bawah ini ALL ABOUT JAWA TENGAH akan membahas sejarah, keindahan arsitektur, serta peran Gedung Lawang Sewu sebagai pusat keramaian dan wisata budaya di Semarang.

Sejarah dan Keindahan Arsitektur Lawang Sewu
Lawang Sewu adalah bangunan ikonik peninggalan masa kolonial Belanda yang terletak di pusat kota Semarang, Jawa Tengah. Nama Lawang Sewu berarti Seribu Pintu dalam bahasa Jawa, karena gedung ini memiliki ratusan pintu dan jendela tinggi yang menyerupai pintu.
Bangunan ini dibangun antara tahun 1904 hingga 1918 dan awalnya berfungsi sebagai kantor pusat Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), perusahaan kereta api swasta di Hindia Belanda. Total pintu yang ada di Lawang Sewu mencapai 429, dengan hampir seribu jendela besar yang dirancang untuk ventilasi udara di iklim tropis.
Arsitek Belanda terkemuka seperti Cosman Citroen, Jacob K. Klinkhamer, dan B.J. Ouendag merancang Lawang Sewu dengan gaya Dutch Rationalism. Gaya ini diadaptasi khusus untuk iklim Indonesia agar lebih cocok. Bangunan memiliki atap bertingkat ganda dan jendela besar.
Lengkungan Romanesque dengan menara ganda menambah keunikan, masing-masing menara berisi tangki air 7.000 liter. Bentuk gedung menyerupai huruf L dengan ruang luas dan banyak pintu di koridor.
Dukung Timnas Indonesia, Ayo nonton GRATIS pertandingan Timnas Garuda, Segera DOWNLOAD APLIKASI SHOTSGOAL
Peran Lawang Sewu Dalam Sejarah & Budaya Semarang
Selain sebagai kantor pusat kereta api, Lawang Sewu memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang selama Perang Dunia II, gedung ini dijadikan kantor Direktorat Jenderal Perhubungan dan menjadi tempat penahanan bawah tanah yang terkenal kejam.
Di sana, banyak penyiksaan dan eksekusi terjadi, sehingga gedung ini menyimpan kenangan kelam sekaligus semangat perjuangan bangsa. Pertempuran hebat terjadi di sekitar Lawang Sewu pada Oktober 1945, ketika pasukan Jepang yang akan mundur berhadapan dengan pasukan Belanda yang ingin kembali menguasai Semarang.
Setelah kemerdekaan, bangunan ini berfungsi sebagai kantor Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI), sekaligus menjadi saksi penting perjalanan bangsa Indonesia dalam membangun kedaulatan nasional.
Lawang Sewu Sebagai Pusat Wisata dan Keramaian
Kini, Lawang Sewu telah berubah menjadi salah satu destinasi wisata budaya dan sejarah tersohor di Semarang. Terletak strategis di Jalan Pemuda, gedung ini menarik ribuan wisatawan setiap tahun yang ingin mengenal lebih jauh tentang sejarah kereta api dan masa kolonial melalui museum yang ada di dalamnya.
Koleksi miniatur lokomotif, foto-foto lama, dan dokumen menjadi daya tarik utama bagi pengunjung. Daya tarik lain dari Lawang Sewu adalah ruang bawah tanah dan penjara yang terkenal angker, menjadi sumber berbagai cerita misteri dan legenda seperti penampakan hantu noni Belanda dan sosok tanpa kepala.
Meskipun kisah-kisah mistis menambah warna pada Lawang Sewu, pengelola berupaya menghilangkan stigma tersebut. Gedung ini tetap ramah bagi semua kalangan dan sering digunakan sebagai tempat seni, konser, dan pameran budaya.
Baca Juga:
Keunggulan Arsitektur dan Seni Lawang Sewu
Tidak hanya kaya sejarah, Lawang Sewu juga dikenal atas keindahan arsitektur dan seni yang dimilikinya. Fasade bergaya Eropa dengan jendela kaca patri berwarna, tangga besar yang megah, serta mozaik keramik karya H.A. Koopman membuat bangunan ini tampak anggun dan monumental.
Jendela kaca patri yang melukiskan kekayaan alam dan sejarah maritim Jawa menambah nilai artistik yang tinggi. Desain bangunan yang memperhatikan ventilasi dan tinggi langit-langit merupakan contoh sukses perpaduan arsitektur Belanda dan kebutuhan iklim tropis.
Keindahan dan fungsi gedung ini menjadikannya salah satu karya arsitektur kolonial terbaik di Indonesia yang patut dilestarikan.
Upaya Pelestarian dan Pemanfaatan Masa Kini
Meski pernah mengalami pengabaian dan kerusakan, terutama sekitar tahun 2009. Lawang Sewu kini telah menjalani proses restorasi yang intensif dengan dukungan pemerintah dan masyarakat. Pada 1992, gedung ini ditetapkan sebagai cagar budaya nasional yang memastikannya mendapatkan perlindungan.
Peresmian hasil restorasi oleh Ibu Ani Yudhoyono pada 2011 menandai kebangkitan Lawang Sewu sebagai objek wisata dan pusat budaya. Pengelolaan oleh KAI Wisata, anak perusahaan Kereta Api Indonesia, menjadikan gedung ini multifungsi selain museum, juga digunakan untuk acara seni, pameran, hingga kegiatan sosial masyarakat.
Hal ini menjadikan Lawang Sewu tetap hidup sebagai pusat keramaian dan interaksi sosial yang menjembatani sejarah dan kehidupan modern Semarang.
Kesimpulan
Lawang Sewu bukan sekadar bangunan bersejarah, melainkan simbol perjuangan, seni, dan budaya yang membentuk wajah Semarang. Dari kantor utama kereta api masa kolonial hingga pusat wisata dan keramaian, gedung ini mengajak kita mengenang masa lalu sekaligus merayakan keberlanjutan budaya.
Keindahan arsitektur, nilai historis, dan fungsinya sebagai ruang publik menjadikan Lawang Sewu tempat yang wajib dikunjungi dan dilestarikan. Sebagai ikon kota Semarang, Lawang Sewu terus menjadi pusat keramaian yang hidup dan sumber inspirasi bagi generasi sekarang dan masa depan.
Dapatkan berbeagai informasi menarik lainnya yang ada di jawa tengah dengan lengkap dan benar hanya di ALL ABOUT JAWA TENGAH.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari jabar.antaranews.com
- Gambar Kedua dari www.detik.com